Pemain Belakang Paling Produktif

No Comments





Daftar Pemain Belakang / Bek Paling Produktif di Dunia


Jika Stiker atau Penyerang sih sudah biasa sebagai paling subur dalam mencetak gol, kali ini Bola Kita akan mengulas tentang pemain belakang yang paling produktif dalam mencetak gol.

Kebetulan atau bukan dari daftar pemain belakang yang ditulis dibawah ini hampir rata-rata juga menyandang ban kapten baik itu di clubnya atau di Tim nasional. Gol yang di cetak oleh pemain belakangan ini rata-rata juga dari bola mati (Corner Kick, Free Kick).

Berikut 15 daftar Pemain Belakang /Bek Paling Produktif

01. Ronald Koeman (Nederland), Match 533 (1980 – 1997) Gol : 193
02. Daniel Alberto Passarella (Argentina), Match - 451 (1974 – 1989) Gol : 134
03. Fernando Hierro (Spanyol), Match - 541 (1987 – 2005) Gol : 110
04. Egardo Bauza (Argentina), Match - 499 (1977 – 1992) Gol : 108
05. Paul Breitner (Deutschland), Match - 369 (1970 – 1983) Gol : 103
06. Laurent Blanc (France), Match - 500 (1987 – 2003) Gol : 95
07. José Rafael Albrecht (Argentina), Match - 506 (1960 – 1977) Gol : 95
08. Gary Lloyd (Wales), Match - 515 (1992 – 2009) Gol : 90
09. Frank Sauzée (France), Match - 483 (1983 – 2002) Gol : 89
10. Juan Domingo Antonio Rocchia (Argentina), Match - 396 (1970 – 1983) Gol : 86
11. Derk Schneider (Nederland), Match - 451 (1965 – 1983) Gol : 80
12. Bernard Dietz (Deutschland), Match - 495 (1970 – 1987) Gol : 77
13. Adriaan Mansveld (Nederland), Match - 505 (1964 – 1982) Gol : 77
14. Manfred Kaltz (Deutschland), Match - 594 (1971 – 1990) Gol : 77
15. Enzo Héctor Trossero (Argentina), Match - 518 (1972 – 1987) Gol : 76

Ronald Koeman sebagai mana kita tahu dengan tendangan geledeknya, sewaktu masih membela Barcelona atau Tim Nas. Belanda keahliannya dalam mengambil free kick sangat ditakuti oleh kiper manapun, F. Hierro dan Laurent Blanc sama sama kapten yang kharismatik, dengan kemampuan bola udara yang sangat bagus.

Raja Freekick

No Comments

Best Freekick - Dunia persepakbolaan mencatat banyak ahli-ahli penendang bebas yang handal dan bisa mengkonversi sebuah peluang dari situasi bola mati untuk menjadi sebuah gol.

david beckhamBanyak dari fans yang masih ingat tendangan spektakuler Roberto Carlos ke gawang Fabian Barthez pada tournoi de france di tahun 1997. Atau tendangan parabola Ronaldinho yang mengecoh David Seaman pada Piala Dunia 2002 yang membuat negaranya lolos ke semifinal?

Dan setiap pesebakbola memiliki cara-cara atau trik tersendiri dalam mengambil tendangan sehingga bola bisa berputar secara parabola maupun melengkung (curving) dan bersarang di pojok atas kiri atau kanan gawang, posisi yang sangat sulit dijangkau oleh kiper.

Sebuah web online yaitu dailymail mencoba membuat dan merangkum 10 pesebakbola yang memiliki keahlian dalam mengeksekusi tendangan bebas, dan hasilnya adalah sebagai berikut: (R.Hanggaraditya | Foto dari Mirror.co.uk)

1. David Beckham (Inggris)
2. Juninho (Brazil)
3. Cristiano Ronaldo (Portugal)
4. Ronaldinho (Brazil)
5. Roberto Carlos (Brazil)
6. Rivelino (Brazil)
7. Paul Gascoigne (Inggris)
8. Zico (Inggris)
9. Zinedine Zidane (Prancis)
10. Sinisa Mihajlovic (Serbia)

Setuju dengan pendapat diatas? Atau anda punya pemain lain?


sumber : Astaga.com

The King Offside & The King Goal

1 Comment


Filippo Inzaghi - SM/dok

DUA belas gol dalam delapan partai AC Milan di Kompetisi Liga Italia dicetak oleh Filippo Inzaghi. Gayanya seringkali menyebalkan dan dijuluki striker raja offside karena dalam setiap pertandingan selalu kena semprit offside berkali-kali. Mengapa sebagai seorang striker atau penyerang depan dia begitu subur? Apa kelebihannya?

Hampir semua media Italia mengacungkan jempol tinggi-tinggi kepada Filippo Inzaghi yang sering dijuluki Super Pippo. Tanpa dia mungkin AC Milan masih akan berkutat di kelas medioker.

Tanpa Super Pippo klub yang pernah malang-melintang pada tahun 1980-an dengan trio Belanda, yakni Ruud Gullit-Frank Rikard-Marco Van Basten, akan terus dijangkiti problem sulit membuat gol. Apalagi mesin gol mereka, Andriiy Shevchenko, masih cedera.

Namun, sejak awal musim ini semua kekhawatiran tersebut dihapus oleh Super Pippo. Gol demi gol dia lesakkan ke gawang lawan. Tipikal golnya terlihat demikian mudah dicetak.

Itu menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang jika melihat teknik sepakbola yang dimiliki Pippo. Pemain langganan tim nasional Italia itu bukanlah striker yang berteknik lengkap.

Secara teknik, jika dibandingkan dengan Ruud Van Nilstelrooy, David Trezeguet atau rekan seklubnya, Andriiy Shevchenko, Pippo jauh berada di bawah nama-nama itu.

Selain tekniknya yang buruk, Pippo juga penerima bola yang jelek. Dia kurang bisa menggiring bola, melewati bek lawan, dan umpannya pun jauh dari sempurna. Dia tidak kuat seperti Christian Vieri.

Bakatnya tidaklah sehebat Raul Gonzalez dan kecepatannya kalah jauh dibandingkan dengan Sheva, panggilan Andriiy Shevchenko. Tendangannya tidak sekeras dan seterarah Trezeguet.

Membalik Teori

Semua teori itu seperti dibalik oleh Pippo. Khusus di Liga Champions plus kualifikasi melawan Slovan Liberec, dia sudah menjaringkan sembilan gol (dua ke Slovan Liberec, dua ke Lens, tiga ke Deportivo, dua ke Bayern Munich).

Berdasarkan data dari Opta Index, Pippo menjaringkan 63% gol dari total kesempatan yang dia dapatkan. Pippo pun menduduki urutan teratas soal ini, mengalahkan striker top seperti Raul, Ruud Van Nilstelrooy, atau Roy Makaay.

Lalu, apa yang membuat Pippo sedemikian tajam? Beberapa pengamat menguraikan kelebihan-kelebihan yang dia miliki.

Pertama, dia dinilai sebagai orang yang rajin membuka ruang. Hal itu sudah diakui oleh Alessandro Nesta saat masih memperkuat Lazio.

Nesta menganggap Pippo sebagai striker yang paling sulit dikawal karena kemampuannya mencari ruang kosong di kotak penalti lawan. Pippo selalu berlari dan berkelit di balik jebakan-jebakan pemain belakang lawan.

Kedua, shoot on target-nya cukup tinggi. Di Liga Champions, Pippo teratas dalam soal itu dengan enam tembakan, mengalahkan Pablo Aimar, Pablo Aimar, Ruud van Nistelrooy, Juan Sebastian Veron, Azar Karadas, Roy Makaay, Thierry Henry, Sonny Anderson yang masing-masing membukukan lima shoot on target. Angka Pippo bertambah menjadi sembilan usai pertandingan melawan Bayern Muenchen.

Ketiga, naluri membunuh atau killer instinct-nya sangat tinggi. Daya ciumnya terhadap gol cukup tajam. Dari dua pertandingan lawan Lens dan Deportivo La Coruna, goal to shoot ratio-nya cukup tinggi, yaitu 67% dan hanya kalah dari Yakubo Aiyegbeni (Maccabi Haifa).

Intinya, Pippo butuh makin sedikit peluang untuk bisa membuat gol. Hal itu masih ditambah kepala dan kakinya yang lumayan maut.

Keempat, dia sangat jago lolos dari jebakan offside. Ada data statistik yang menarik mengenai Pippo. Dia adalah raja offside.

Dari data sebelum Bayern vs Milan dihitung, Pippo offside tujuh kali dan ada di peringkat ketiga di bawah Mateja Kezman serta Thierry Henry (8 kali).

Ditambah partai lawan Bayern, Pippo menjadi terbanyak offside, yaitu 10 kali. Tapi justru itulah kelebihannya. Dia adalah tipikal pemain yang mudah lolos dari jebakan offside untuk kemudian solo run mengalahkan penjaga gawang lawan.

Kelima, Pippo kini disuplai oleh playmaker andal. Rui Costa, Clarence Seedorf, dan Rivaldo adalah beberapa nama yang rajin memberi umpan atau assist.

Alasan-alasan itulah yang dianggap berperan dan membuat Pippo kini makin panas dalam urusan mencetak gol.

Sampai-sampai ada celetukan mengenai Pippo. He lives for the goal and the six yard box is his home. Dia hidup untuk gol dan petak penalti adalah rumahnya!

sumber : suaramerdeka.com

Ini Tentang Offside

No Comments


Sejarah dan asal usul peraturan offside dalam sepak bola ternyata cukup panjang dan tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan. Jika tim favorit kita berhasil membobol gawang lawan rasanya senang sekali walaupun itu offside, sang hakim garis pun tahu dan akhirnya wasit menyatakan gol tidak sah, akhirnya penonton pun hanya bisa kecewa dan memaki wasit. Nah apa dan bagaimana sebenarnya offside dalam sepak bola itu, berikut ini sejarahnya.
Asal-usul istilah ‘offside’
Istilah ‘offside’ diambil dari dunia militer. Dalam militer dikenal istilah ‘off the strenght of his side’, yang berarti status bebas tugas. Ketika seorang tentara dibebastugaskan, dia tidak akan mendapat keistimewaan dan gaji seperti biasanya. Prinsip tersebut digunakan dalam sepakbola. Ketika seorang pemain berada dalam posisi offside, berarti dia dibebastugaskan alias terlepas dari permainan. Dalam hal ini, yang terjadi adalah sebuah pelanggaran.
Sejarah aturan offside


Catatan sejarah menunjukkan, Inggris telah menerapkan aturan offside sejak tahun 1800an. Peraturan ini diadopsi dari olahraga rugby yang juga cukup populer di sana. Konsepnya sama, melarang seorang pemain hanya diam menunggu umpan di depan gawang musuh.
Peraturan offside pertama kali diperkenalkan oleh sebuah klub profesional pada tahun 1985. Klub tersebut adalah Sheffield FC. Sheffield membuat aturan yang melarang seorang penyerang berdiri di dekat gawang lawan. Jika penyerang tersebut menerima umpan dari temannya, maka dia berada dalam posisi offside.
Namun pada masa itu peraturan ini masih bias dan kurang jelas.
Muncul banyak perbedaan pendapat tentang aturan offside. Hingga akhirnya Universitas Cambridge mencoba menyatukan berbagai versi dalam sebuah rumusan peraturan baku. Aturan baku ini diterima dan menjadi pegangan pada masa itu. Aturannya cukup unik dan dikenal sebagai peraturan “tiga pemain belakang”. Dalam peraturan ini seorang penyerang sudah dinyatakan offside meskipun di depannya masih ada tiga pemain belakang lawan, termasuk kiper! Wew..
Ketika FIFA mulai didirikan pada tahun 1904, seluruh peraturan sepakbola termasuk offside mulai dipikirkan secara serius. Asosiasi sepakbola Skotlandia mengusulkan untuk mengganti aturan “tiga pemain belakang” dengan hanya dua pemain belakang. Seorang penyerang dikatakan offside jika hanya ada dua pemain belakang lawan yang berdiri di antara dia dan gawang musuh.
Perubahan peraturan ini diberlakukan sejak tahun 1925, dan menghasilkan permainan yang lebih atraktif. Karena peluang terjadinya offside lebih kecil, gol yang tercipta pun menjadi lebih banyak.
Peraturan offside telah memicu terjadinya perubahan pola dan gaya permainan. Setiap pelatih dipaksa berpikir keras untuk menaklukkan aturan offside dalam menyerang dan menjadikannya sebuah perangkap jitu dalam pertahanan. Agak lucu jika mengingat pada masa itu pola 2-3-5 menjadi sangat populer. Posisi sweeper pun kemudian dimunculkan untuk menghalau umpan-umpan terobosan lawan yang berpotensi lolos dari jebakan offside.
Pada tahun 1990, peraturan offside kembali direvisi. Seorang penyerang tidak lagi offside jika dia berada dalam posisi sejajar dengan setidaknya dua pemain belakang terakhir tim lawan (termasuk kiper). Aturan ini mulai diterapkan pada Piala Dunia 1990 di Italia.
Pada tahun 2003, FIFA membuat tambahan peraturan tentang offside yang lebih lunak. Ketika seorang penyerang berada dalam posisi offside, belum tentu akan dinyatakan offside. Sebelumnya hal ini memang bisa terjadi dalam situasi tendangan gawang, tendangan sudut, lemparan ke dalam, dan ketika pemain berada di separuh wilayah lapangan timnya sendiri. Namun FIFA menambahkan pasal baru, seorang pemain bisa dinyatakan tidak offside jika dia tidak terlibat aktif dalam permainan.

sumber : http://beritanyata.blogspot.com/2010/05/sejarah-offside-dalam-sepakbola.html

Search

Followers